Kamis, 27 Januari 2011

Materi, Cinta, dan Nafsu

seorang yang menikah berdasarkan materi berkata,
"Aku menyesal telah menikah hanya berdasarkan materi, karena ketika aku butuh cinta dan perhatian yang kudapatkan dari pasanganku hanyalah uang."

Seorang yang menikah berdasarkan cinta berkata,
" Aku menyesal menikah hanya atas dasar cinta, karna ketika aku ingin memiliki sesuatu aku tidak bisa membelinya dengan cinta."

Seorang yang menikah berdasarkan nafsu berkata,
" Aku menyesal telah menikah hanya karena aku nafsu dengan pasanganku, karena ketika aku butuh istirahat aku tidak bisa mengontrol nafsuku."

Seorang yang baru berencana ingin menikah berkata,
"Agar aku tidak menyesal nanti aku ingin menikah berdasarkan Tuhan, karena Tuhan pasti tau apa yang aku butuhkan, apa yang aku inginkan, pada saat dan disaat yang tepat."

Selasa, 25 Januari 2011

Kamu dan Steak

Saya pernah bertanya kepada seorang yang sedang dekat dengan saya dan pastinya yang saya cintai, " Kenapa kamu bilang kamu begitu menyayangi saya, dan bahagia bersama saya? padahal dengan segala yang kamu miliki kamu bisa mendapatkan kebahagian yang lebih daripada ketika bersama dengan saya, seperti orang lain yang bahagia bila memiliki banyak kekasih."

Saat itu dia hanya terdiam...tak lama dia berkata, " Lihat orang di dalam restoran yang sedang makan steak itu sayang. Apakah dia menikmatinya? orang itu memang menikmatinya, tapi dia tidak lahap memakan steaknya. Sekarang coba kamu lihat sayang, pengemis yang ada di luar retoran itu, baru saja dia mendapat bungkusan berisi sisa daging steak yang dibuang oleh pelayan toko... pengemis tampak senang sekali bukan? dan dia seperti tidak mau kehilangan bungkusan yang didapatnya maka didekapnya bungkusan itu sampai dia menemukan tempat yang nyaman untuk memakannya. Kamu lihat sayang betapa lahapnya dia menikmati steak yang belum pernah dia rasakan itu. Berbeda dengan orang yang ada di dalam restoran itu, dia sudah biasa makan steak jadi ketika dia makan steak yang dia rasakan hanya biasa saja.
Aku sama halnya dengan pengemis itu, aku tidak pernah merasakan perssaan seperti ini, ketika bertemu denganmu aku merasakan sesuatu yang baru yang dari dulu ingin kudapatkan tetapi baru bisa kudapatkan sekarang. Dan apa yang kudapat sekarang tidak pernah akan kusia-siakan..."

Senin, 24 Januari 2011

Delman

Keadaan dalam hidup berumah tangga bisa sama dengan apa yang terjadi di jalan raya.
Di jalan raya tak jarang kita jumpai kecelakaan. Kecelakaan itu biasa terjadi antara mobil dengan mobil, motor dengan motor, atau motor dengan mobil. Hal tersebut terjadi karena mungkin si pengemudi terlalu kuat untuk menginjak gas sampai dia lupa untuk menginjak rem.

Pertengkaran dalam rumah tangga bisa menjadi sebuah kecelakaan yang fatal apabila sesama pasangan saling merasa lebih hebat, lebih benar,dan lebih kuat, tanpa ada yang mau meginjak rem dalam arti menahan emosinya.

Akan tetapi, apakah Anda pernah melihat kecelakaan antara delman dengan delman di jalan raya? pastinya jarang atau belum pernah sama sekali bukan?!. Mengapa hal itu bisa terjadi? jawabannya, karena rem sebuah delman terdapat pada mulut si kuda.

Pertengkaran dalam hidup berumah tangga tidak akan menjadi kecelakaan yang fatal apabila setiap pasangan bisa menjaga mulutnya, dalam arti pertengkaran tidak akan semakin panjang dan rumit untuk diselesaikan, apabila antara suami dan istri saling menjaga cara bicaranya.

Jumat, 21 Januari 2011

Kangen Ayah


Pertama kali saya dengar cerita ini dari teman kuliah saya, menurut saya ini cerita yang sederhana tapi cukup mengharukan, kalau tidak percaya baca saja...

Seperti biasa Rudi, Kepala Cabang di sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta, tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Imron, putra pertamanya yang baru duduk di kelas dua SD yang membukakan pintu. Ia nampaknya sudah menunggu cukup lama.


“Kok, belum tidur?” sapa Rudi sambil mencium anaknya. Biasanya, Imron memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari. Sambil membuntuti sang ayah menuju ruang keluarga, Imron menjawab, “Aku nunggu Ayah pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Ayah?”

“Lho, tumben, kok nanya gaji Ayah? Mau minta uang lagi, ya?”


“Ah, enggak. Pengen tahu aja.”


“Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Ayah bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp 400.000,-. Dan setiap bulan rata-rata dihitung 25 hari kerja. Jadi, gaji Ayah dalam satu bulan berapa, hayo?”


Imron berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar, sementara ayahnya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Rudi beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Imron berlari mengikutinya.


“Kalau satu hari ayah dibayar Rp 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam ayah digaji Rp 40.000,- dong,” katanya.


“Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, bobok,” perintah Rudi. Tetapi Imron tak beranjak. Sambil menyaksikan ayahnya berganti pakaian, Imron kembali bertanya, “Ayah, aku boleh pinjam uang Rp 5.000,- nggak?” “Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini?
Ayah capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah.”


“Tapi, Ayah…” Kesabaran Rudi habis.


“Ayah bilang tidur!” hardiknya mengejutkan Imron. Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya. Usai mandi, Rudi nampak menyesali hardikannya. Ia pun menengok Imron di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Imron didapatinya sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp 15.000,- di tangannya.


Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Rudi berkata, “Maafkan Ayah, Nak. Ayah sayang sama Imron. Buat apa sih minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok’ kan bisa. Jangankan Rp 5.000,- lebih dari itu pun ayah kasih.”


“Ayah, aku nggak minta uang. Aku pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini.”


“Iya,iya, tapi buat apa?” tanya Rudi lembut.


“Aku menunggu Ayah dari jam 8. Aku mau ajak Ayah main ular tangga. Tiga puluh menit saja. Ibu sering bilang kalau waktu Ayah itu sangat berharga. Jadi, aku mau beli waktu ayah. Aku buka tabunganku, ada Rp 15.000,-. Tapi karena Ayah bilang satu jam Ayah dibayar Rp 40.000,-, maka setengah jam harus Rp 20.000,-. Duit tabunganku kurang Rp 5.000,-. Makanya aku mau pinjam dari Ayah,” kata Imron polos.


Rudi terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat.